Remaja, Sang proklamator sebenarnya

“Hiduplah tanahku, Hiduplah negriku,
Bangsaku, Rakyatku, semuanya.
Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya.
Untuk Indonesia Raya.”

Setiap senin lagu ini kita terus nyanyikan. Bahkan saking seringnya. Hampir semua dari kita yang ada disini hapal dengan lirik lagunya. Namun. Apakah kita pernah mencoba untuk memahami isinya. Memahami makna yang terkandung didalam isinya? Mengerti maksud mengapa dan untuk apa lagu ini diciptakan.


Marilah kita sama-sama renungkan. Coba nyanyikan lagu ini perlahan dalam hati. Dan resapi kata demi kata yang terkandung didalam lagu ini.

Dari sekian lirik yang ada. Terlisan dari mulut kita tanpa kita sadari kata “bangunlah jiwanya. Bangunlah badannya. Untuk Indonesia raya”

Sejak lagu ini dinyanyikan pertama kali di kongres pemuda tahun 1928. sampai kemarin senin di sekolah kita sendiri. Sebenarnya WR Supratman Sang pencipta lagu ini mencoba mengetuk hati kita semua untuk bangun. Menyongsongkan lengan baju. Untuk bangkit menuju Indonesia yang raya dan terbebas dari penjajah. Memang sekarang penjajahan sekarang sudah di hapuskan. Tapi mengapa kita harus tetap panas-panasan setiap senin untuk sekedar mengibarkan bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya??
Kita kembali ke 100 tahun yang lalu. Tepatnya 1908 saat pertama kali budi utomo dibentuk. Kita melangkah lagi 20 tahun selanjutnya ketika ikrar sumpah pemuda dikumandangkan dan lagu ini dinyanyikan. Proklamasi di tahun 45, hingga ikrar reformasi 10 tahun yang lalu. Peristiwa sejarah lainnya yang penuh darah, air mata dan pengorbanan. Baik itu harta, nyawa, bahkan keluarga sekalipun. Ada anak kehilangan ibunya. Ibu kehilangan anaknya. Begitu pahit dalam selang waktu 90 tahun yang lalu, hingga sekarang kita baru sadar sekarang kita sudah menapakan kaki di 100 kemudian.

Lalu? Apa kita tidak malu? Mereka yang ada dimasa lalu berjuang mati-matian. Dan kita enak tidur-tiduran? Dengan modal talas dan ubi mereka melangkah jalan kaki kemedan perang dengan kemungkinan kembali pulang kerumah 13%. Dan kita sarapan enak dengan nasi dan lauk pauk yang lengkap datang kesekolah Cuma untuk main-main? Naik motor pula.

Jika kita sebagai remaja pada umumnya, kita mungkin lebih memandang untuk lebih melihat secara individual. Anak-anak remaja seperti kita lebih melihat peristiwa kebangsaan sebagai satu hal yang tidak begitu penting, toh ada atau tidaknya adanya harkitnas atau hari kebangsaan lain juga tidak mengubah hidup kita . Tidak merubah tren pakaian yang ada sekarang, tidak merubah aliran musik kita.

Namun. Sekarang coba kita renungkan lagi. Didalam buku sejarah. Atau dari cerita kakek atau nenek kita yang ikut berjuang dulu saat mencapai kemerdekaan. Generasi muda atau remaja sangat kontras dikisahkan. Generasi muda/remaja merupakan asa awal. Semangat pencetus permulaan ketika berita jepang kalah saat perang dunia. Mereka yang pertama kali menyebarkan paham nasionalis dan tulisan-tulisan merdeka didinding hati rakyat yang terluka pada saat itu. Tidak mungkin reformasi akan ada jika generasi muda saat itu lebih memilih berleha-leha. Betapa kokohnya generasi muda pada saat itu? Apakah sudah hilang seiring bertambahnya usia?? Apakah tidak ada regenerasi lagi? Apakah semangat untuk bangkit pada masa itu sudah hilang? Sekali lagi. Kita harus berkaca kebelakang. Apakah kita layak hidup enak disaat ini?

Generasi muda/remaja adalah tonggak awal lapisan yang terkuat untuk membangkitkan lagi bangsa kita yang lama tertidur ini.

Kita sebagai generasi muda harus bisa mengulang sejarah dimasa lalu. Mengulang semangat yang pernah mereka kobarkan untuk Indonesia yang satu.
Bukan dengan memakai baret dan membawa bambu runcing kemana-mana. Atau dengan teriak merdeka.

Satu hal yang yang mungkin kita bisa lakukan dalam mengisi kemerdekaan antara lain adalah dengan memberikan konsribusi terbaik bagi bangsa dan Negara. Mengharumkan nama bangsa dengan prestasi. Minimal belajar dengan rajin.

Seperti Kata Bang Deddy mizwar di televisi.
“Bangkit itu sedih, sedih melihat orang sedih, senang melihat orang senang.
Bangkit itu takut, takut korupsi, takut makan yang bukan haknya.
Bangkit itu mencuri, mencuri perhatian dunia lewat prestasi.
Bangkit itu marah, marah ketika martabat bangsa dilecehkan
Bangkit itu malu, malu jadi benalu, malu karena minta melulu.
Bangkit itu tidak ada, tidak ada kata menyerah.
Bangkit itu aku, untuk Indonesiaku”


Tiga kunci pokok untuk yang mungkin bisa lakukan untuk harkitnas adalah. 3M.
Mulai dari dari diri kita sendiri.
Mulai dari hal yang kecil
Dan Mulai saat ini

Akhir kata

Wassalamualaiku wr. Wb.

Logo Lomba Blog Remaja Kisara 2008

0 Comment "Remaja, Sang proklamator sebenarnya"

Posting Komentar

Dikomen boleh. dipipisin yang jangan