Sumber : Kapanlagi |
Harusnya sekarang
Ninit sudah berada di rumah sekarang untuk melanjutkan tugas kuliah yang dia
telantarkan.
Namun langkahnya terhenti saat mengetahui ada sosok yang
menganggu di lima meter ruang edar pandangnya. Ninit tak mengerti kenapa dia
harus berada di balik rak tinggi tempat koleksi buku-buku sosiologi yang tidak
ada relevansi dengan tugas dan tujuannya pergi ke perpustakaan kota tapi rak
ini cukup besar untuk bersembunyi.
sebuah buku dia ambil secara acak. ukurannya cukup luas untuk sekedar
menutup setengah wajahnya.
dari balik rak kayu tinggi itu, matanya mengintip. berharap
sosok itu pergi dan tidak menemukan dirinya.
Sosok itu, Haqqi
“Ninit?”
Fail, Haqqi menyadari
keberadaan Ninit. Ninit gagal menyembukan dirinya. salah tingkah, Ninit pun
membalas sapa dari sosok pria tinggi dengan kemeja lengan pendek bermotif garis
dengan potongan rambut pendek disisir ke belekang itu. “hehe.. hai Haqqi. sudah
lama tidak bertemu.”
“iya, sudah lama” Haqqi tersenyum simpul.
***
Ninit tidak tahu pasti kapan tepatnya bibit cinta itu tumbuh
dan bersemi di hatinya. kebersamaan dan kedekatan yang lama akhirnya meluluhkan
hati Ninit untuk menerima cinta sahabatnya yang dia kenal sejak SMP, Haqqi.
Selama bersahabat, Haqqi hanya memendam perasaannya kepada Ninit dalam diam.
melihat dari jauh ketika Ninit memadu kasih dengan pria lain, menjahit lukanya
sendiri saat mendengar Ninit curhat tentang laki-laki kesayangannya. Haqqi
berusaha tersenyum
5 tahun lebih memendam rasa, Haqqi mengungkapkan semua isi
hatinya pada Ninit. terkejut, satu kata yang menggambarkan perasaan Ninit saat
itu. tak ada satupun yang berani memecah keheningan. saat yang tepat, begitu bisik
setan yang membuatnya membeli sebuah boneka beruang besar dan seikat bunga.
basah-basahan, tengah malam, tepat di beberapa detik berlalu dalam hari ulang
tahun Ninit.
Ninit tak bisa berkata. sementara Haqqi berharap cemas
menunggu jawaban.
“am I too late?”
“aku bingung harus jawab apa Qqi. aku sudah terlalu nyaman
sama kamu sebagai sahabat” lirih Ninit. Haqqi melesu. “tapi..”
“tapi?”
“mungkin kita bisa jalani. kita coba.”
“kamu mau?”
Ninit mengecup pipi Haqqi.
***
Awalnya terasa janggal. Haqqi, yang selama ini dekat sebagai
sahabatnya kini berpendar di sekitarnya sebagai kekasih. setiap Ninit menatap
mata Haqqi, ada teduh yang dia temukan. di dalam genggam erat tangan Haqqi, ada
aman yang dia rasakan, dan di dalam peluk yang Haqqi berikan, ada degup jantung
yang selalu ada dan membuat Ninit selalu nyaman. setelah bertahun-tahun
bersahabat dengan Haqqi, baru kali ini Ninit merasa bahwa Ekuinoks hidupnya
berangsur terbit, hari-hari musim seminya dimulai. Haqqi benar-benar bisa
menumbuhkan bunga-bunga kecil di dalam hatinya.
Seperti sebuah pergantian musim. semi tak pernah benar-benar
abadi.
Genggaman tangan Haqqi terasa erat, namun semakin hari
semakin kuat dan seolah mencekik. Ninit percaya bahwa Haqqi sebenar-benarnya
lelaki mencintainya dengan sungguh. Haqqi akan melakukan segalanya demi Ninit,
mencintai Ninit sepenuh hati, seperti dia mencintai hidupnya. Namun, sepanjang
linimasa kebersamaan mereka, Haqqi membuat tembok yang sangat tinggi di antara
Ninit dan kehidupan luarnya.
Posesif, Bahasa sederhananya.
Haqqi mulai melarang Ninit untuk melakukan hal-hal yang dia
sukai. tidak boleh berkumpul dengan teman-temannya, terutama yang laki-laki.
Haqqi diam-diam menghapus semua kontak teman-temannya di handphone. tak jarang
pula Haqqi meledak saat Ninit luput untuk mengabarkan keberadaannya dalam satu
hari. hubungan ini tak ubahnya sipir dan seorang tahanan.
“Aku begini karena aku sayang kamu, Nit” bela diri Haqqi
ketika mereka bertengkar. anehnya, sebesar apapun rasa kesal di dalam dada
Ninit selalu bisa diredam oleh Haqqi.
Ya sudahlah, lagi pula
aku menemukan kekasih yang setia. begitu benaknya.
Setahun mereka lalu bersama. Dari luar, mereka terlihat
sangat mesra dan bahagia. tapi dari dalam, sebenarnya Ninit berusaha
mengumpulkan keping-keping hidupnya, disusunnya ulang, direkatnya seolah-olah
masih utuh. Ninit selalu berusaha untuk mengungkapkan ketidaknyamanan yang
terjadi di dalam hubungannya. Namun dirinya terlalu takut dan memendam pedihnya
dalam diam.
Hari demi hari mereka isi dengan pertengkaran.
sampai akhirnya ketakutan terbesar Ninit benar-benar
terjadi. resiko ketika memacari sahabat dekat, ketika kisah ini berakhir maka
kita akan kehilangan dua hal sekaligus, pacar dan sahabat.
Salju musim dingin sudah bertiup dari utara, bunga-bunga
indah itupun berguguran dan layu.
Haqqi dan Ninit memutuskan untuk berpisah.
***
“aku sedang menyelesaikan Tesis, makanya aku beberapa kali
berburu literature untuk menunjang penelitianku” Jawab Haqqi sambil menunjukan
beberapa buku yang rencananya akan dia pinjam.
“Kamu?”
“hmm.. aku mau ngerjain tugas, namun ada beberapa literature
yang harus aku rujuk, sementara aku tidak menemukannya di internet” Ninit
tersenyum.
Haqqi memerhatikan perubahan yang terjadi pada Ninit. yang
paling menonjol adalah potongan rambutnya yang kini lebih pendek semenjak
terakhir mereka bertemu. satu hal yang tidak berubah dari Ninit dan tidak akan
terlupa oleh Haqqi. mata sendu milik Ninit. mata yang membuatnya jatuh cinta,
wanita yang tanpa dia sadari dia lukai.
ingatannya kembali pada pertengkaran terakhir mereka. belum
pernah sekalipun ia melihat wajah Ninit semerah itu. Haqqi ingat betul
bagaimana air mata Ninit mengalir sangat deras ketika menumpahkan seluruh isi
hatinya. air mata itu representasi dari hati yang berdarah-darah. Haqqi masih
ingat betul bagaimana pipinya begitu panas ketika tangan Ninit menamparnya.
Haqqi masih bisa membayangkan betapa hampa hidupnya setelah melihat Ninit
berkemas dan pergi dari hadapannya.
sehari setelah kejadian itu, Haqqi berusaha kembali menemui
Ninit untuk memperbaiki semua yang telah dia hancurkan. dia sadar bahwa
pertekaran selama ini terjadi bukan karena pendapat siapa yang lebih benar atau
opini siapa yang lebih layak didengar, tapi karena nada bicara yang salah.
Ninit membentengi dirinya dari semua hal tentang Haqqi,
termasuk sebuah pertemuan.
Tahun berlalu, Baik Haqqi maupun Ninit menjalani hidupnya
masing-masing. sampai akhirnya setelah sekian lama mereka pun bertemu lagi
secara tidak sengaja di perpustakaan kota.
***
Ninit tidak mengerti bagaimana harus mengolah perasaannya
saat ini, untuk pertama kalinya dia bertemu dengan mantan kekasih sekaligus
mantan sahabatnya itu. matanya berpendar menghindar dari pandangan langsung
mata Haqqi. Ninit takut Haqqi berhasil membaca pikirannya dari matanya, Ninit
menyembunyikan semua Bahasa tubuhnya. Ninit tidak mau sampai Haqqi sadar bahwa
bunga kecil itu masih tumbuh di lubuk hatinya yang paling dalam.
“aku sadar banyak kesalahan yang aku lakukan di masa lalu.”
“….”
“Aku tahu bahwa kamu punya hak untuk pergi dari hidupku
selama-lamanya, tidak kembali lagi, menjalani hidup kita masing-masing.”
“….. “ Ninit sedikit demi sedikit berani untuk menatap wajah
Haqqi langsung
“Aku minta maaf.”
“…..” Mata sendu itu kini berkaca-kaca
“.. jika kamu tidak terburu-buru, aku mau mengajak kamu
untuk menikmati senja di kedai kopi di ujung jalan seperti dulu.”
“Seperti dulu?”
“iya, secangkir cappuccino manis”
“Tidak..”
“hmm. I know.” Haqqi tersenyum kecut
“….. kali ini aku mau green tea latte”
Mereka lalu beranjak dari perpustakaan sambil berharap musim
semi seperti dulu kembali datang ke hati mereka.
***
Massege send :
--Sayang, hari ini aku tidak bisa kembali ke Bandung, karena
harus lembur untuk mengerjakan tugas kantor dan revisi. kecup rindu buat anak
kita. jangan terlalu banyak gerak, ya. supaya kandungan kamu nggak
kenapa-kenapa. Love – Haqq—
“Sms siapa?” Tanya Ninit. sambil membersihkan sisa green tea
latte yang sedikit membekas dibibirnya.
“Profesor Ali, pembimbing aku. dia menanyakan progress.”
Jawab Haqqi seraya mematikan ponselnya “by the way kamu besok kosong? jalan
yuk?”
“yuk..” Ninit mengiyakan seraya tersipu.
0 Comment "Cerpen : Ekuinoks"
Posting Komentar
Dikomen boleh. dipipisin yang jangan